Pontianak, 25 Agustus 2025 — Upaya memperkuat posisi ekonomi syariah dalam pembangunan daerah semakin nyata. Hal ini ditunjukkan dengan keterlibatan akademisi dalam merumuskan arah kebijakan pembangunan jangka menengah. Pada Press Conference Festival Ekonomi Syariah Kawasan Timur Indonesia yang digelar di Kantor Perwakilan Bank Indonesia, Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) IAIN Pontianak, Dr. Rasiam, memaparkan materi penting terkait muatan ekonomi syariah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kalimantan Barat.
Dr. Rasiam, yang juga menjabat sebagai Direktur Keuangan Sosial Syariah Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah (KDEKS) Kalbar, menjelaskan bahwa integrasi ekonomi syariah dalam RPJMD sejalan dengan visi besar Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045. Menurutnya, penguatan ekonomi syariah bukan hanya sebatas jargon, melainkan menjadi instrumen penting dalam mendorong pembangunan inklusif, berkelanjutan, dan berkeadilan di Kalimantan Barat.
Dalam paparannya, ia menekankan lima pilar utama Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2025–2029 yang akan menjadi landasan implementasi. Pilar pertama adalah penguatan industri produk halal, yang meliputi pengembangan sektor makanan dan minuman, fesyen muslim, kosmetik, obat-obatan, pariwisata, hingga ekonomi kreatif halal. Industri halal dinilai memiliki potensi besar, mengingat tren global yang terus meningkat terhadap produk-produk dengan standar halal.

Pilar kedua adalah pengembangan keuangan syariah, yang mencakup peningkatan pembiayaan berbasis syariah serta penguatan produk inovatif seperti Green Sukuk dan Sustainable Sukuk. Langkah ini diharapkan dapat mendorong pembiayaan berkelanjutan sekaligus memperkuat peran lembaga keuangan syariah dalam pembangunan.
Selanjutnya, pilar ketiga adalah pengembangan dana sosial syariah atau ZISWAF (zakat, infak, sedekah, dan wakaf). Menurut Dr. Rasiam, optimalisasi ZISWAF dapat menjadi instrumen nyata dalam mendukung sektor strategis seperti pendidikan, perlindungan sosial, ketahanan pangan, hingga pelestarian lingkungan. Dengan pengelolaan yang tepat, dana sosial syariah diyakini mampu menjadi solusi alternatif dalam memperkuat kesejahteraan masyarakat.
Pilar keempat adalah penguatan ekonomi digital syariah, yang menekankan pentingnya inovasi dan adopsi teknologi digital. Ekonomi digital berbasis syariah dinilai mampu meningkatkan efisiensi, memperluas akses pasar, dan menciptakan peluang usaha baru yang relevan dengan kebutuhan generasi muda.
Sementara itu, pilar kelima adalah penguatan sumber daya manusia (SDM) dan riset. Dr. Rasiam menegaskan bahwa tanpa SDM yang unggul dan basis riset yang kuat, pengembangan ekonomi syariah tidak akan maksimal. Oleh karena itu, sinergi antara akademisi, pemerintah, dan pelaku usaha diperlukan untuk memastikan tersedianya tenaga terampil serta hasil penelitian yang dapat menjadi rujukan kebijakan.
Melalui lima pilar tersebut, ekonomi syariah diharapkan tidak hanya menjadi bagian dari kebijakan nasional, tetapi juga terintegrasi dalam kebijakan daerah seperti RPJMD Kalbar. “Dengan penguatan pilar-pilar ini, ekonomi syariah dapat menjadi motor penggerak pembangunan daerah sekaligus memberikan kontribusi nyata dalam pencapaian visi Indonesia Emas 2045,” pungkas Dr. Rasiam.